“Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.” (Mat. 23:28)

Kita sering dibuat geram oleh orang-orang yang munafik, misalnya oknum politisi, agamawan, tokoh masyarakat, motivator, influencer, dan lain sebagainya. Biasanya apa yang ditampilkan figur-figur tersebut belum tentu atau bahkan tidak merepresentasikan hal yang sesungguhnya. Para warganet umumnya memberikan sebutan “si paling suci” atau “muna” bagi orang-orang semacam ini, sementara dalam peribahasa disebut sebagai orang yang “bermuka dua” ataupun “ular berkepala dua”.

Dalam bacaan Injil, Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi secara bertubi-tubi oleh karena kemunafikan, bukan karena sikap kelompok tersebut yang membenci dan menolak-Nya. Berbaris-baris kecaman yang dipaparkan dalam bacaan Injil tentu menegaskan sikap Yesus yang sangat membenci kemunafikan.

Masing-masing dari kita hendaklah memeriksa. Bila ada hal yang lumrah dan bukan bersifat privasi, apakah kita berusaha menghalangi orang lain menemukan kebenaran akan diri kita? Apakah ada yang ditutup-tutupi agar kita terlihat baik di depan sesama? Apakah sesuatu hal yang kita perbuat ujung-ujungnya demi mendapat pengakuan?

Apakah kita ke gereja atas dasar cinta kepada Allah dan kerinduan menyambut ekaristi? Apakah aktivitas keagamaan kita hanya sebatas formalitas dan rutinitas? Apakah doa hanya menjadi untaian kata yang dikarang secara kognitif tanpa merasuk ke hati?

Apakah gereja dan organisasi terkait sudah menjadi perpanjangan tangan Allah agar umat mendengar suara-Nya? Ataukah jangan-jangan gereja dan komunitas lebih mengedepankan suara pribadi? [ID]

DOA (†)

Tuhan, selaraskanlah hati, pikiran, perkataan, dan tindakan kami. Hindarkan diri kami dari keinginan berkata-kata demi mendapat panggung dan pujian. Izinkan pula pada kesempatan ini kami belajar dari Bunda Maria yang tidak hanya mendengarkan firman Tuhan, namun melaksanakannya pada kehidupan sehari-hari. Kiranya teladan-Mu dan Bunda Maria menjadi pedoman bagi kami untuk senantiasa makin merendahkan hati. Amin(†)