“Demikianlah Yehezkiel menjadi lambang bagimu; tepat seperti yang dilakukannya kamu akan lakukan. Kalau itu sudah terjadi maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan Allah.” – Yeh. 24:24

Meskipun bangsa Israel dikenal sebagai bangsa pilihan Allah, keberdosaan membuat mereka berpaling dari-Nya. Dalam bacaan pertama, kehilangan istri tercinta memampukan Yehezkiel merasakan kesedihan Allah yang akan kehilangan umat dan bait suci-Nya. Yehezkiel pun dapat menyampaikan kepada bangsa Israel tentang perasaan Allah sesungguhnya. Yehezkiel yang tidak diperbolehkan Allah meratapi kematian istrinya di depan umum menggambarkan betapa besarnya kejatuhan bangsa Israel sampai-sampai mereka tidak sempat untuk bersedih.

Hidup tentu dapat diibaratkan sebagai roda yang berputar. Kerap kita lupa bersyukur saat posisi sedang di atas, bahkan mengabaikan kehadiran dan suara Tuhan, baik yang berasal dari dalam hati, melalui peringatan orang-orang, maupun peristiwa-peristiwa kecil yang kita alami. Sebaliknya, saat posisi sedang di bawah, kita baru mencari Tuhan, berdoa, dan meminta pertolongan dari-Nya.

Sama halnya dengan bangsa Israel yang terjerembap dalam kehancuran, kita terkadang diizinkan Tuhan untuk mengalami masalah dalam studi, pekerjaan, rumah tangga, dsb. Harus dipahami bahwa hal itu bukanlah hukuman dari Tuhan, melainkan sebagai bentuk kasih Allah agar kita dapat kembali ke jalan yang benar dan menyadari kehadiran-Nya dalam setiap langkah kehidupan. [Peter Sutikno]

Sudahkah kita berusaha untuk senantiasa mendengarkan suara Tuhan dari dalam hati? Apakah kehadiran-Nya melalui tanda ataupun peristiwa sehari-hari dapat kita sadari? Bersediakah kita melibatkan Tuhan dalam suka dan duka?

DOA (†)

Ya, Tuhan, ampunilah kami yang lalai bersyukur dan berpaling dari-Mu tatkala keadaan sedang baik-baik saja. Bimbinglah kami agar makin menyadari kehadiran-Mu dan senantiasa melibatkan Engkau dalam segala situasi. Amin.